Rabu, 21 Agustus 2019

Simposium Pengembangan Industri Obat Tradisional dan Peningkatan Penggunaan Obat Tradisional 2019

Yogyakarta, 20-21 Agustus 2019.

Foto bersama
Kementerian Kesehatan RI berupaya mengembangkan industri obat tradisional melalui sinergi Academic,Business,Government dan Community (ABGC) dan meningkatkan penggunaan obat tradisional pada fasilitas pelayanan kesehatan. Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) membuka "Simposium Pengembangan Industri Obat Tradisional dan Peningkatan Penggunaan Obat Tradisional 2019" yang dilaksanakan di Sheraton Mustika Hotel, Yogyakarta, 20-21 Agustus 2019.

Pembukaan Simposium diisi dengan Laporan Panitia Penyelenggara oleh Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI., Dra. Engko Sosialine, Apt., M. Biomed., Sambutan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, yang diwakili oleh Asisten Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat Ir. Arofa Noor Indriani, M.Si. Dilanjutkan dengan Sambutan dan Pembukaan oleh Menteri Kesehatan RI., Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) dan diilanjutkan dengan Minum Jamu Bersama.


Sambutan Ir. Arofa Noor Indriani, M.Si. 
Kegiatan simposium diikuti oleh Academic, Business, Government & Community (ABGC). BBTKL PP Yogyakarta salah salah satu UPT Ditjen P2P Kemenkes RI langsung dihadiri oleh Kepala BBTKL PP, Dr. dr. Irene MKM.

Dalam sambutannya Menkes menyampaikan bahwa berdasarkan Riset Tumbuhan Obat dan Jamu tahun 2017, Indonesia memiliki sumber alam hayati yang terdiri dari 2.848 spesies tumbuhan obat dengan 32.014 ramuan obat. Kekayaan sumber daya alam hayati yang dimiliki ini berpeluang bagi pertumbuhan industri farmasi termasuk industri obat tradisional. Presiden juga menginstruksikan kepada Kementerian Kesehatan melalui Inpres Nomor 6 tahun 2016 untuk memfasilitasi pengembangan industri farmasi dan alkes ke arah biopharmaceutical, vaksin, natural, dan Active Pharmaceutical Ingredients (API) kimia yang ditindaklanjuti oleh Kemenkes melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan salah satunya dengan mengembangkan industri farmasi produk natural dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 003/MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam rmengembangkan obat tradisional di Indonesia terutama di sarana pelayanan kesehatan. Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Salah satu tujuannya adalah memberikan landasan ilmiah (evidenced based) terhadap ramuan jamu melalui penelitian yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan. 

Lebih lanjut Menkes menyampaikan bahwa pada era Jaminan Kesehatan Nasional, biaya pelayanan kesehatan meningkat setiap tahunnya dimana pada tahun 2018 mencapai 94,29 triliun. Oleh karena itu, upaya promotif dan preventif diperlukan untuk menurunkan angka kesakitan dan menekan biaya pelayanan kesehatan. Salah satu pilar pada Program Indonesia Sehat adalah Paradigma Sehat melalui promotif preventif. 

Kunjungan Stand Pameran
Upaya pengembangan industri dan obat tradisional sangat memerlukan komitmen, dalam pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi dari semua pemangku kepentingan. Tentunya membutuhkan kerjasama antara Academic, Business, Government dan Community. Dari sisi akademisi diharapkan bisa mengembangkan penelitian yang dapat diaplikasikan untuk menjadi obat tradisional. Di dunia industri mampu berperan aktif dalam pengembangan obat tradisional, terutama obat herbal terstandar dan fitofarmaka, melalui riset dan hilirisasi bahan baku obat tradisional. Pemerintah sangat berperan pada pembinaan industri obat tradisional. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota diharapkan bisa meningkatkan penggunaan fitofarmaka dan obat herbal terstandar di Puskesmas melalui penggunaan dana alokasi khusus bidang kesehatan. Rumah sakit juga dapat berperan dalam meningkatkan penggunaan obat tradisional dan melakukan pelayanan berbasis penelitian.

Sambutan Dra. Engko Sosialine, Apt., M. Biomed.
Usai pembukaan dilanjutkan dengan Kunjungan Pameran yang diikuti oleh 20 Industri Obat Tradisional yang memproduksi Obat Fitofarmaka dan Obat Herbal Terstandar dan lain-lain. Seusai mengunjungi stand Pameran, acara dilanjutkan dengan Panel Diskusi I, oleh narasumber Direktur Jenderal Farmalkes, Dra. Engko Sosialine, Apt., M. Biomed., yang menyampaikan materi berjudul Peran Pemerintah dalam Pengembangan Industri Obat Tradisional dan Peningkatan Penggunaan Obat Tradisional bersama dua narasumber lainnya Dr.rer.nat. Nanang Fakhrudin, M.Si, Apt. dengan materi Peluang Pengembangan Obat Tradisional Indonesia dan Ketua GP. Jamu, Victor S. Ringo-Ringo dengan materi Perspektif Industri terhadap Penggunaan Obat Tradisional di Sarana Pelayanan Kesehatan.

Mengawali presentasinya, Dirjen Farmalkes mengupas potensi mega biodiversitas Indonesia. Yang ada di Darat: >30.000 tumbuhan, 9600 bermanfaat, 300 sebagai bahan baku obat dan OT. Sedangkan yang di Laut: 8.500 spesies ikan, 950 spesies biota terumbu karang, 555 spesies rumput laut, 32 dari 87 jenis mamalia laut di dunia, 6 dari 7 penyu di dunia. Kemudian dijelaskan tentang Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016, Tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alkes yang melibatkan 12 Kementerian dan Lembaga Agar mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan wewenang untuk mendukung percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan dengan tujuan menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan, mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dan mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi

Untuk mendukung Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016, kemudian dikeluarkan Permenkes No. 17 tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Disebutkan bahwa Pertumbuhan Sarana Industri Obat Tradisional dan Industri Ekstrak Bahan Alam (2015 - Juli 2019). Industri Obat Tradisional: 2015 (76), 2016 (88), 2017 (104), 2018 (114), 2019 (119). Industri Ekstrak Bahan Alam: 2015 (6), 2016 (8), 2017 (11), 2018 (12), 2019 (16). Fasilitasi pengembangan BBO dan BBOT, terdiri dari: LAB SCALE: Fasilitasi Kerja Sama Riset Pengembangan BBO-BBOT (2012-2018), UPSCALLING: Perguruan Tinggi Negeri + Industri dan/atau P4TO/PED (2019), HILIRISASI: Skala Produksi BBO/BBOT (2020-2024), BBO-BBOT yang siap dimanfaatkan oleh pelaku usaha.

Pengelompokkan Obat Tradisional: Jamu: Keamanan dan khasiat dibuktikan secara empiris. Obat Herbal Trestandar: Keamanan dan khasiat dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra klinik, Bahan bakunya telah distandarisasi. Ada 61 produk OHT. Fitofarmaka: Keamanan dan khasiat dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra klinik dan uji klinik, Bahan baku dan produk jadi telah distandarisasi. Ada 24 produk Fitofarmaka.

Upaya dalam peningkatan penggunaan Obat Tradisional telah dilakukan Saintifikasi Jamu, yaitu pembuktian ilmiah Jamu melalui penelitian berbasis pelayanan. Berdasarkan Permenkes 003/2010 tentang Saintifikasi Jamu, disebutkan tujuannya adalah untuk 1) Memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu., 2) Mendorong jejaring peneliti dan pelayanan jamu (dual system).; 3) Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, bermutu dan berkhasiat, untuk dapat dipakai pada pelayanan kesehatan.

Upaya lainnya dalam peningkatan penggunaan Obat Tradisional adalah melalui Gerakan Nasional Bugar dengan Jamu. Diperkenalkan sejak HKN tahun 2014, Diresmikan Menko PMK: Januari 2015, Roadmap Gerakan Minum Jamu, yang dihadiri oleh: 1. Kementerian Perindustrian 2. Kemenristek Dikti 3. Kementerian Pariwisata 4. Kementerian Agraria Tata Ruang 5. Kementerian Pemberdayaan Perempuan 6. Kementerian Koperasi dan UMKM 7. Kepala BNN.

Sedangkan tindak lanjutnya adalah: Kegiatan minum Jamu bersama pada acara yang diselenggarakan K/L, Pembuatan booth minum Jamu gratis di beberapa K/L, Hotel wajib menyediakan Jamu.
Implementasi Gernas Bude Jamu: Pembinaan 2015-2019: 9.274 pelaku UJG-UJR, 1.671 tenaga kesehatan Pembina, dan 12.000 masyarakat. (2018-2019). Beberapa Dinkes Prov dan Kab/Kota telah menerapkan Gernas Bude Jamu dengan menyediakan Jamu gratis di Dinkes/Puskesmas serta pada saat event.
Untuk mengembangkan industri obat tradisional dan meningkatkan penggunaan obat tradisional perlun terus meningkatkan kolaborasi dan sinergi ABGC yaitu: 
Academia dan Institusi Penelitian (Hasil penelitian dan pemanfaatan), Business (Implementasi teknologi produksi), Government (Supporting regulation) dan Community (End user) Prinsip kolaborasi dan sinergi dengan menerapkan azas: Trust, Mutual understanding, Agile and driven by competencies, Knowledge, Finance, Support and legitimations.

Selanjutnya pada Diskusi Panel 2 disampaikan materi Pemanfaatan Obat Tradisional di Puskesmas (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo) dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi di Rumah Sakit Pendidikan (RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta). Kegiatan hari pertama diakhiri dengan dialog ABGC (Academic, Business, Government & Community)

Kegiatan hari Rabu, 21 Agustus 2019, diisi dengan diskusi panel: Penelitian dan Pengembangan Obat Tradisional dengan 12 Formula Ramuan Jamu dalam Program Saintifikasi Jamu (Balitbangkes Kementerian Kesehatan), diantaranya menyampaikan bahwa Hasil Riskesdas dari tahun 2010 hingga 2018, masyarakat yang menggunakan upaya kesehatan tradisional makin meningkat menjadi sebesar 44,3%. Hal ini menunjukkan minat masyarakat dalam penggunaan obat tradisional dan upaya kesehatan tradisional meningkat. dan Pemanfaatan Obat Tradisional di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional), bahwa Obat tradisional memiliki peluang untuk digunakan dalam upaya promotif preventif terutama untuk menjaga daya tahan tubuh sebagai salah satu tradisi budaya masyarakat secara turun temurun dengan memanfaatkan kearifan lokal. Penggunaan obat tradisional, berupa obat herbal terstandar dan fitofarmaka di Puskesmas dapat melalui penggunaan dana alokasi khusus bidang kesehatan.

(DR. dr. irene, MKM)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar