Jumat, 30 Januari 2015

Mengenal Listeria Monocytogenes

Padang, 30 Januari 2015

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia telah melarang perdagangan dua jenis apel impor dari luar negeri jenis Granny Smith dengan merek dagang “Granny’s Best” atau “Big B” dan apel jenis Gala dengan merek dagang “Big B” dari perusahaan Bidart Bros, karena tercemar bakteri Listeria monocytogenes. (Siaran Pers Balai POM, 26 Januari 2015)


1. Bakteri Listeria monocytogene

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa satu sampai 10% manusia mungkin memiliki Listeria monocytogene di dalam ususnya. Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, silage (pakan ternak yang dibuat dari daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi), dan sumber-sumber alami lainnya seperti feses ternak.

Bakteri Listeria monocytogenes juga dapat tersebar luas dan dapat ditemukan di air, limbah rumah pemotongan hewan, susu dari sapi normal atau mastitis, bahkan pada feses manusia.

Pada bahan pangan, bakteri ini dapat mengontaminasi sayuran mentah, buah, salad, susu murni, soft cheese, daging dan produk daging, unggas, sauerkraut (kubis fermentasi), dan makanan laut. Selain itu, makanan siap saji juga dapat menyebabkan adanya keracunan makanan akibat bakteri ini.

Listeria monocytogenes sangat kuat dan tahan terhadap panas, asam, dan garam. Ia juga tahan terhadap pembekuan dan dapat tumbuh pada suhu 4 derajat celcius, khususnya pada makanan yang disimpan di lemari pendingin. Listeria monocytogenes juga dapat membentuk biofilm, wujudnya seperti lapisan lendir pada permukaan makanan.


2. Gejala pada manusia

Bakteri tersebut bisa menyebabkan penyakit listeriosis pada manusia. Bahkan akibatnya apel yang mengandung bakteri Listeria monocytogenes, yang berasal dari Amerika Serikat itu, pun telah menelan korban. Sebanyak 7 orang meninggal dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit.

Bakteri Listeria monocytogenes termasuk salah satu penyebab penyakit yang serius dengan tingkat kematian sekitar 20 – 30 persen. Bahkan tingkat kematian pada bayi yang baru lahir dengan Listeria monocytogenes mencapai 25 sampai 50 persen.

Bakteri Listeria monocytogenes pada tubuh manusia menyebabkan infeksi serius dan fatal pada bayi, anak-anak, orang sakit dan lanjut usia dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Sedangkan, orang yang dalam kondisi sehat yang terinfeksi bakteri ini kemungkinan akan mengalami gejala jangka pendek seperti demam tinggi, sakit kepala parah, pegal, mual, sakit perut dan diare. Sementara pada ibu hamil infeksi Listeria monocytogenes dapat menyebabkan keguguran.

Gejala terkena penyakit listeriosis ternyata tidak langsung muncul setelah mengonsumsi apel yang mengandung bakteri. Gejala listeriosis baru muncul antara 3 sampai 70 hari setelah infeksi. Tapi umumnya muncul sekitar 21 hari setelah terinfeksi.

Gejala umum penyakit listeriosis mencakup:
  • sakit demam, nyeri otot, dan mual atau diare.
  • Jika infeksi menyebar ke sistem saraf pusat, gejala yang terjadi yaitu sakit kepala, leher kaki, kebingungan, kehilangan keseimbangan, dan kejang. 
  • Bahkan jika orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, bakteri ini dapat menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan infeksi otak atau meningitis.
Sementara itu, pada wanita hamil yang terinfeksi bakteri ini, akan mengalami flu ringan. Lebih jauh lagi, infeksi yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran, infeksi terhadap bayinya yang baru lahir, atau bayi yang dilahirkan tidak akan selamat.

Sedangkan pada bayi yang baru lahir biasanya tak terlihat gejala apapun. Gejala biasanya muncul pada minggu pertama kehidupan, tetapi juga dapat terjadi di kemudian hari. Bayi yang terinfeksi bakteri ini akan lekas marah, demam, dan tidak mau makan.

3. Langkah-Langkah Pencegahan

Pada prinsipnya, UU RI Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan (pasal 1) mendefinisikan keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan (pasal 2 ayat1) menyatakan bahwa dalam rangka keamanan pangan, setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara penerapkan pedoman cara yang baik (pasal 3), meliputi: 
  1. Cara Budidaya yang Baik (Kementerian Pertanian, Perikanan atau Kehutanan); 
  2. Cara Produksi Pangan Segar yang Baik (Kementerian Pertanian atau Perikanan); 
  3. Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Badan Pengawasan Obat dan Makanan); 
  4. Cara Distribusi Pangan yang Baik (Kementerian Perindustrian, Pertanian atau Perikanan); 
  5. Cara Ritel Pangan yang Baik (Badan Pengawasan Obat dan Makanan); serta 
  6. Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik (Kementerian Kesehatan).
Karena itu, Kementerian Kesehatan RI memberikan beberapa langkah pencegahan, utamanya dalam perilaku konsumsi masyarakat, agar terhindar dari infeksi bakteri Listeria, yaitu: 
  1. Bilas bahan mentah dengan air mengalir, seperti buah-buahan dan sayuran, sebelum dimakan, dipotong, atau dimasak. Bahkan jika hasil tersebut sudah dikupas, tetap harus dicuci terlebih dahulu; 
  2. Menggosok produk hasil pertanian, seperti melon dan mentimun, dengan menggunakan sikat bersih sebelum disimpan, dan keringkan produk dengan kain bersih atau kertas; 
  3. Pisahkan daging mentah dan unggas dari sayuran, makanan matang, dan makanan siap-saji; 
  4. Cuci peralatan masak, berupa alat atau alas pemotong, yang telah digunakan untuk daging mentah, unggas, produk-produk hewani sebelum digunakan pada produk makanan lainnya; serta 
  5. Cuci tangan menggunakan sabun sebelum mengolah makanan, dan saat akan makan.
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri ini akan mati pada temperatur 75 derajat celcius.

4. Upaya Kementerian Kesehatan dalam Rangka Keamanan Pangan

Dalam rangka pencegahan dan kewaspadaan dini terhadap munculnya penyakit listeriosis di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI membuat surat edaran kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL), yakni Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Balai/Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BBTKL-PP) di seluruh Indonesia untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan kewaspadaan dini serta melaporkan secepatnya dalam waktu 1 x 24 jam jika ditemukan kasus listeriosis sesuai wilayah kerja masing-masing untuk segera ditindaklanjuti.

Beberapa upaya lainnya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI dalam rangka Keamanan Pangan sesuai peraturan perundangan, antara lain:
  1. Penyusunan dan penguatan terhadap pengaturan norma, standar, pedoman dan kriteria terhadap implementasi keamanan pangan melalui pengelolaan hygiene sanitasi pangan (HSP) siap saji yang terstandar;
  2. Peningkatan jaminan mutu terhadap konsumen atas pangan siap saji, melalui upaya sbb:
    • Penguatan pembinaan dan pengawasan secara berjenjang melalui peran pusat sampai dengan tingkat propinsi dan kabupaten/kota melalui pemetaan faktor risiko kualitas pangan siap saji melalui e-Monev HSP di seluruh Tempat Pengelolaan Pangan Siap Saji (rumah makan/restoran, Jasaboga, makanan jajanan, depot air minum) sebagai peningkatan kewaspadaan dini kejadian penyakit bawaan pangan dan KLB keracunan pangan.
    • Sosialisasi dan advokasi kepada jajaran Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka sinergitas pengelolaan pelaksanaan higiene sanitasi pangan siap saji yang terstandar.
    • Peningkatan performance pertugas kabupaten/kota dalam melaksanakan analisis cepat kualitas pangan siap saji melalui penyediaan alat deteksi cepat pemeriksaan kualitas pangan siap saji.
    • Percepatan petugas dalam pelaksanaan sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB keracunan pangan melalui orientasi petugas kabupaten/kota.
    • Implementasi keamanan pangan pada tingkat rumah tangga dan sekolah melalui kegiatan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Kabupaten/kota.
    • Meningkatkan peran Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) yang memiliki peran fungsi cegah tangkal dalam penularan penyakit. Sebagai salah satu tugas yang dilaksanakan dengan melaksanakan pengawasan ketat terhadap keluar masuknya orang ataupun barang yang dicurigai dapat mengkontaminasi atau terkontaminasi menimbulkan penyakit, dan 
    • Dukungan pemeriksaan laboratorium sampel pangan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit yang terdapat di 10 Kota di Indonesia.
  3. Memanfaatkan sistem respon cepat terhadap KLB keracunan pangan dalam sistem SMS Gateway sehingga informasi terkait KLB keracunan pangan dapat tertanggulangi dengan cepat dan tepat. Hal ini diperkuat juga dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (Bagian 4 pasal 18) disebutkan bahwa dalam rangka pencegahan meluasnya KLB keracunan pangan perlu dilakukan upaya penyuluhan pada masyarakat, pengendalian faktor risiko dan kegiatan surveilans.
Sebagai hasil dari pengelolaan hygiene sanitasi pangan yang terstandar adalah minimalisasi kejadian penyakit bawaan pangan dan KLB keracunan pangan.

(Posted by: DR. dr. Irene, MKM)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar