Minggu, 28 April 2013

Workshop Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT)

Padang, 27 April 2013

Pembukaan Workshop SITT Provinsi Sumbar
Program pengendalian TB Nasional telah memiliki sistem pencatatan dan pelaporan baku, dimana sistem tersebut adalah dasar dalam pengembangan sistem informasi TB. Di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan sudah menggunakan format pencatatan baku dan di tingkat kabupaten/kota serta provinsi pengelola program TB (Wasor TB) telah menggunakan software TB elektronik yang bertujuan untuk mempermudah pengelolaan data untuk penyelesaian laporan triwulan penemuan kasus, hasil konversi, dan hasil pengobatan TB. Bertempat di Plan B Hotel Padang, 26-27 April 2013, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mengadakan Workshop SITT. SITT dikembangkan untuk mempercepat proses pengumpulan data di tingkat provinsi dan nasional. Di fase pertama, sistem informasi yang dikembangkan untuk pengumpulan data kasus TB per individu dan logistik OAT. 

Minggu, 21 April 2013

TTX Mentawai Megathrust Direx 2013 – 2014

Padang, 20 April 2013


Table Top eXercise (TTX = Gladi ruang) merupakan salah satu metode latihan untuk peningkatan kapasitas penanggulangan bencana (PB). TTX dilakukan dengan skenario tertentu dan diarahkan dengan ketat oleh fasilitator dengan batasan waktu sesuai dengan skenario tersebut. Para peserta yang terlibat dalam TTX berperan sesuai dengan institusi/lembaga masing-masing atau peran tertentu yang disepakati bersama. 

TTX ini akan digelar dari tanggal 22 sampai 26 April 2013 di Hotel Pangeran Beach Padang. Kedatangan Fasilitator sejak tanggal 20 April 2013, dilanjutkan dengan Briefing Fasilitator pada sore harinya. Pada tanggal 21 April, dilakukan Mini Exercise EXCON dan AAR Team, selanjutnya pada tanggal 22-26 April 2013 akan dilakukan Gladi Ruang kesiapsiagaan menghadapi Ancaman Megathrust Mentawai 2013 – 2014. 

Pelatihan Petugas Study EHRA Provinsi Sumatera Barat


Padang, 18-21 April 2013

Arahan Kepala Bidang PP dan Bencana
didampingi Kasi PL Dinkes Subar
Sebagai rangkaian kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat menggelar Pelatihan Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) di Hotel Padang pada tanggal 18-21 April 2013, diikuti oleh utusan dari 4 kabupaten/kota. empat hari peserta pelatihan memperoleh materi EHRA secara lengkap mulai dari kedudukan EHRA dalam Buku Putih Sanitasi, apa itu EHRA, metodologi EHRA, pembahasan kuisioner, entry data dan simulasinya, analisa dan pelaporan, pengorganisasian studi EHRA serta penyajian EHRA dalam Buku Putih Sanitasi. 

EHRA adalah sebuah survei partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana sanitasi, kesehatan/higinitas, serta perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi dan advokasi di tingkat kota hingga kelurahan. 

Selasa, 16 April 2013

Pertemuan Lintas Sektor dan Lintas Program Arbovirosis

Padang, 15 April 2013

Untuk mengantispasi meluasnya kasus Demam Berdarah Dangue (DBD) di Provinsi Sumatera Barat, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mengadakan pertemuan sosialisasi dan koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor Arbovirosis (DBD dan Chikungunya), yang bertempat di Hotel Rocky Padang, Senin, 15 April 2013. 

Hadir dalam pertemuan tersebut 90 orang peserta yang berasal dari Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, BPM dan TP PKK dari 19 kabupaten/kota se Provinsi Sumatera Barat. Dalam pertemuan itu membahas tentang situasi dan perkembangan DBD di Provinsi Sumatera Barat, serta upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan dalam memberantas DBD. 

Di Provinsi Sumatera Barat kasus DBD ini pertama kali ditemukan pada tahun 1972 di kota padang, selama 10 tahun terakhir kasus itu masih dapat dibelenggu di Kota Padang. Seiring dengan perkembangan transportasi, mobilisasi, dll terjadi pengembangan ke kabupaten/kota lainnya. 

Senin, 08 April 2013

Pencanangan HKS 2013 Provinsi Sumatera Barat

Padang, 6 April 2013

Pemukulan Gong menandai
"Gerakan Sepekan Ukur Tensi Sumbar"
 Bermitra dengan PDPI Provnsi Sumatera Barat (6/4), dalam acara PIR 2013 dalam rangka peringatan TB Days 2013, DIneas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat melakukan pencanangan "Gerakan Sepekan Ukur Tensi di Provinsi Sumatera Barat". Hadir pada kesempatan tersebut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp(K), MARS, DTM&H, DTCE, Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan yang menandai dimulainya sepekan ukur tensi dengan pemukulan gong dan melakukan pengukuran tensi secara simbolis pada Prof. dr. Taufik, SpP(k), guru besar paru di Provinsi Sumatera Barat.

Hari Kesehatan Sedunia diperingati setiap tanggal 7 April, dimaksudkan untuk menandai didirikannya
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1948. Setiap tahun dipilih tema khusus yang mengangkat masalah Kesehatan Masyarakat di dunia. Peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) tahun 2013 mengambil tema HIPERTENSI, dengan tujuan menarik perhatian dunia pada dampak dan tantangan kesehatan akibat hipertensi di masyarakat, dengan fokus pada bagaimana gaya hidup sehat dapat mencegah terjadinya hipertensi dan memperpanjang harapan hidup manusia.

Hipertensi biasanya tidak memperlihatkan gejala apa pun selama bertahun-tahun atau bahkan beberapa dasawarsa dan tanda peringatan dini penting akan lewat tanpa perhatian. "Tujuan kita hari ini ialah membuat orang menyadari perlunya untuk mengetahui tekanan darah mereka, memberi perhatian serius pada tekanan darah tinggi, kemudian melakukan pemantauan," kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp(K), MARS, DTM&H, DTCE, Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan saat mencanangkan "Gerakan Sepekan Ukur Tensi Provinsi Sumatera Barat". Beliau menekankan bahwa mengetahui tingkat tekanan darah adalah langkah penting pertama untuk mencegah serta mengendalikan hipertensi.

Ditandai dengan Pengukuran Tekanan Darah
 oleh Pak Dirjen
Tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi yang fatal, seperti serangan jantung, stroke dan gagal ginjal. Hipertensi juga dapat menyebabkan kebutaan, irama jantung tak beraturan dan gagal jantung. Namun demikian, masih banyak orang yang tidak memahami bahaya ini, bahkan sebagian besar orang tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi, karena seringkali tidak bergejala. Oleh karenanya hipertensi juga dikenal sebagai “silent killer”. 

Kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 60% pada tahun 2007. Data Riskesdas 2007 menunjukan PTM mendominasi 10 urutan teratas penyebab kematian pada semua kelompok umur, dengan STROKE yang merupakan komplikasi hipertensi sebagai penyebab kematian nomer satu. 

Dari berbagai survei didapatkan dalam sepuluh tahun terakhir prevalensi hipertensi di Indonesia meningkat secara bermakna. Pada tahun 1995 satu dari sepuluh orang berusia 18 tahun keatas menderita hipertensi, meningkat menjadi satu dari tiga pada tahun 2007. Perempuan memiliki prevalensi hipertensi sedikit lebih tinggi daripada laki-laki. Peningkatan prevalensi hipertensi, menjadi ancaman serius bagi pembangunan kesehatan Indonesia, karena disamping mengakibatkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi juga mahalnya biaya pengobatan yang harus diberikan sepanjang hidup, sehingga berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. Padahal hipertensi dapat dicegah dan dikontrol. 

Hipertensi diperkirakan memengaruhi lebih dari satu dari tiga orang dewasa usia 25 tahun ke atas atau sekitar satu miliar orang di seluruh dunia. Penyakit itu mengakibatkan hampir 9,4 juta kematian akibat serangan jantung dan stroke setiap tahun.

Menurut laporan tersebut "A Global Brief on Hypertension silent killer, global public health crisis", yang dikeluarkan oleh WHO pada Rabu, Afrika menghadapi prevalensi hipertensi tertinggi, 46 persen orang dewasa yang berusia 25 tahun dan lebih , sementara negara-negara Amerika paling rendah, 35 persen.

Berkat kebijakan masyarakat yang tepat dan akses lebih baik ke perawatan kesehatan, negara dengan penghasilan tinggi memiliki prevalensi hiperteni lebih rendah, 35 persen, dibandingkan dengan negara yang berpenghasilan rendah dan menengah.

Pencegahan dan pemantauan hipertensi memerlukan upaya dari pemerintah dan pembuat kebijakan, dan pekerja kesehatan, masyarakat peneliti akademis, masyarakat sipil, sektor swasta dan keluarga serta per orangan, semuanya, memili peran untuk mereka mainkan, kata laporan tersebut.

Tema Hari Kesehatan Dunia 2013 adalah tanggapan bagi Deklarasi Politik PBB mengenai Penyakit yang Tidak Menular, yang disahkan pada 2011. Berdasarkan kesepakatan itu, semua negara diminta memberi tekanan lebih besar pada upaya mendorong aksi kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pencegahan dan pemantauan penyakit yang tidak menular seperti sakit jantung dan stroke, kata organisasi kesehatan dunia tersebut. 

Kemitraan, menjadi kunci keberhasilan dalam upaya penanganan masalah hipertensi. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk mendapatkan komitmen antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, swasta, organisasi internasional dalam mengatasi masalah hipertensi di Indonesia.

(DR. dr. Irene, MKM)

Minggu, 07 April 2013

Hari- Hari Besar Kesehatan


Berikut ini hari-hari besar yang berkaitan dengan kesehatan :
     JANUARI
               15   Hari Kanker Anak Internasional
               25   Hari Gizi Nasional
               27   Hari Kusta Internasional
     FEBRUARI
               4     Hari Kanker Sedunia
     MARET
               3     Hari Pendengaran Nasional
               22   Hari Air Sedunia
               24   Hari Tuberculose Sedunia
     APRIL
               1     Hari Kanker Tulang
               7     Hari Kesehatan Sedunia
               25   Hari Malaria Sedunia
     MEI
               1     Hari Asma
               8     Hari Palang Merah Sedunia
               29   Hari Lanjut Usia Nasional
               31   Hari Anti Tembakau Internasional
     JUNI
               1     Hari Anak Sedunia
               5     Hari Lingkungan Hidup Sedunia
               26   Hari Anti Narkoba Sedunia
               29   Hari Keluarga Nasional
     JULI
               17   Hari Jadi Saka Bhakti Husada
               23   Hari Anak Nasional
     AGUSTUS
               -
     SEPTEMBER
               3     Hari Palang Merah Indonesia
     OKTOBER
               10   Hari Kesehatan Jiwa
               12   Hari Mata Internasional
               15   Hari Cuci Tangan Sedunia
               16   Hari Pangan Sedunia
               18   Hari Menopause
               20   Hari Osteoporosis
     NOPEMBER
               12   Hari Kesehatan Nasional
               14   Hari Diabetes Sedunia
     DESEMBER
               1     Hari Aids Sedunia

       NB : Dari berbagai sumber

Selasa, 02 April 2013

Sosialisasi Imunisasi Pada Lintas Sektor, Program dan Tokoh Masyarakat

Padang, 2 April 2013

Dr. Hj. Rosnini Savitri, MKes
Pencapaian imunisasi juga merupakan suatu hal yang mempengaruhi IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan dan menentukan peringkat provinsi dan kabupaten/kota dalam keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat, dimana salah satu indikatornya adalah pencapaian imunisasi lengkap. Saat ini Kota Bukittinggi mencapai urutan terbaik dalam IPKM se Provinsi Sumatera Barat (Rangking 33 dari 440 kabupaten/kota) dan Kabupaten Kepulauan Mentawai di urutan terbawah (Rangking 409 dari 440 kabupaten/kota) dan Kabupaten Solok Selatan (Rangking 407 dari 440 kabupaten/kota) 

Dari sekian banyak keberhasilan program imunisasi masih terdapat beberapa kendala yang berpotensi untuk menurunkan pencapaian imunisasi yang dapat berakibat peningkatan kasus/Kejadian Luar Biasa sampai wabah yang disebabkan oleh Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Jika kita melihat pencapaian cakupan imunisasi Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2011, sampai Bulan Agustus 2011, masih sangat jauh dari target nasional (campak yang sampai Agustus 2011 baru mencapai 42,3%, sedangkan target nasional yang harus dicapai adalah 82%). Saat itu Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, memimpin langsung "Seminar Imunisasi Untuk Buah Hati Kita", dan hal ini menunjukkan dampak yang sangat berarti, dimana pada akhir tahun, angka imunisasi campak sudah mencapai 78,5% (dari target 82%). Dan pada tahun 2012 angka ini menunjukkan kenaikan cukup pesat, dimana imunisasi campak mencapai 84,4% dari target 85%. Ini menunjukkan bahwa pelibatan masyarakat dalam program imunisasi sangatlah penting, demikian disampaikan ibu kepala Dinas Kesehatan Sumbar, Dr. Hj. Rosnini Savitri, M.Kes dalam sambutan saat membuka pertemuan sosialisasi imunisasi di Hayam Wuruk Hotel Padang, yang juga dihadiri oleh dr. Devi (Subdit Imunisasi Kemenkes)

Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibodi (kekebalan) spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). 

Mengingat hal itu melalui Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pemerintah menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental spiritual dan sosial termasuk mendapatkan pelayanan imunisasi untuk mencegah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti tuberkulosis, polio, difteri, campak, hepatitis B dan sebagainya. Sampai saat ini sudah berbagai jenis imunisasi telah diprogramkan pemerintah bagi bayi, anak sekolah dan WUS (Wanita Usia Subur) termasuk ibu hamil. 

Kadinkes bersama ketua Tim Akselerasi UCI
Dr. Wihardi Triman, MQIH dan Dr, Drvi dari Kemenkes
Imunisasi merupakan salah satu dari 8 target dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yaitu target 4A, menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015, dengan indikator persentase anak di bawah satu tahun yang diimunisasi campak. MDGs merupakan komitmen global untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalan satu paket kebijakan pembangunan guna percepatan pencapaian pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan di seluruh dunia pada tahun 2015, papar Dr. Devi (Subdit Imunisasi)

DR. dr. Irene, MKM
Menurut DR. dr. Irene, MKM, Kabid PP dan Bencana Dinkes Provinsi Sumbar, hasil analisis imunisasi tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 19 kabupaten/kota, yang sudah mencapai target pada tahun 2012, untuk: 
1. Indikator jangkauan program, yang mencapai target adalah:

  • Hb0 : 4 kabupaten/kota (Sawahlunto, Payakumbuh, Sijunjung, Bukittinggi)
  • BCG : 13 kabupaten/kota (Sawahlunto, Payakumbuh, Pasaman Barat, Kota Solok, Sijunjung, Bukittinggi, Solok Selatan, Pasaman, Padang Pariaman, Pesisir Selatan, Dharmasraya dan Kota Pariaman)
  • DPTHb1 : 12 kabupaten (Sawahlunto, Payakumbuh, Kota Solok, Pasaman Barat, Solok Selatan, Sijunjung, Bukittinggi, Padang Pariaman, Pasaman, Dharmasraya, Pesisir Selatan, dan Padang Panjang)
2. Indikator Efektifitas Program, yang mencapai target adalah:

  • DO DPTHb1 : 8 kabupaten (Solok Selatan, Agam, Padang Panjang, Sijunjung, Pasaman Barat, 50 Kota, Padang Pariaman, Tanah Datar)

3. Indikator Perlindungan Program, yang mencapai target adalah:

  • DPTHb3 : 12 Kabupaten (Kota Sawahlunto, Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kab.Pasaman Barat, Kab.Solok Selatan, Kab.Sijunjung, Kab. Pd. Pariaman, Kota Solok, Kota Padang Panjang, Kab.Dharmasraya, Kab.50 Kota, Kab.Pesisir Selatan) 
  • Polio 4 : 11 kabupaten (Kota Sawahlunto, Kota Payakumbuh, Kab.Solok Selatan, Kota Solok, Kab.Sijunjung, Kota Bukittinggi, Kab. Pd. Pariaman, Kab.Pasaman Barat, Kota Padang Panjang, Kab.Dharmasraya, Kab.Pesisir Selatan)
  • Campak : 11 kabupaten (Kota Sawahlunto, Kota Payakumbuh, Kab.Sijunjung, Kab.Pasaman Barat, Kota Solok, Kab.Solok Selatan, Kota Padang Panjang, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman, Kab.Pesisir Selatan, Kab.Dharmasraya)
Hal ini tentu saja akan mengancam masa depan anak bangsa. Sepanjang tahun 2012, telah terdapat kasus campak positif di beberapa Kabupaten/Kota yang menyerang anak-anak usia balita dan anak usia sekolah. Dari hasil analisis ternyata cakupan imunisasi di daerah tersebut belum mencapai target sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. 

Salah satu nara sumber pada pertemuan sosialisasi imunisasi
Jika cakupan imunisasi BCG dibawah target tentu saja anak-anak kita sangat rentan terhadap penyakit tuberkulosis yang akan berdampak pada kualitas kehidupan mereka di masa depan. Begitu juga dengan polio yang menyebabkan kelumpuhan dan difteri yang bahkan bisa menyebabkan kematian.
Narasumber pada pertemuan ini adalah tigo tungku sajarangan, Dalam sebuah nagari di Sumatera Barat, dibentuk Kerapatan Adat Nagari (KAN), yakni lembaga yang beranggotakan tungku tigo sajarangan. Tungku tigo sajarangan merupakan perwakilan anak nagari yang terdiri dari alim ulama, cerdik pandai (kaum intelektual) dan niniak mamak (pemimpin suku-suku dalam nagari). Keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari dan tungku tigo sajarangan.

Kadinkes bersama Syamsiri Malin Mulie (LKAAM Sumbar)
Ninik Mamak yang diwakili oleh Sekretaris LKAAM, Syamsiri Malin Mulie bahwa Struktur Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) berbentuk hierarkis vertical, berurat tunggang di nagari dan berakar serabut di suku/kaum, berbatang di kecamatan, berdahan di Kabupaten/kota dan daerah rantau, serta berpucuk di Provinsi, bajanjang naiak batanggo turun. Dalam konteks ini, agenda masyarakat Sumatera Barat (Minangkabau) adalah bagaimana dapat menempatkan diri dalam dinamika perubahan yang begitu cepat dan mendasar. Imunisasi berangkat dari kearifan lokal dan tidak dipermasalahkan yang menjadi kebijakan daerah setempat. Imunisasi memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, sehingga kita dapat tahan dari berbagai serangan penyakit,” tahan angek jo dingin. "Ninik mamak itu merupakan kehormatan dalam nagari. Mereka berjuang menegakkan kebenaran. Imunisasi adalah "TANGGUNG JAWAB NINIAK MAMAK DAN HAK ANAK KAMANAKAN"

Saat ini berkembang di tengah-tengah masyarakat kita mitos-mitos negatif seperti antara lain imunisasi menyebabkan anak cacat/meninggal atau bahkan melalui doktrin agama bahwa imunisasi haram seperti halnya yang dilakukan oleh kelompok ummu salamah yang memberikan ceramah, serta melalui media majalah dan buku-buku (majalah bekam, Deadly Mist, Bayang-Bayang Gurita) yang sudah beredar dibeberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Hal ini tentu memberikan efek negatif terhadap program imunisasi di Provinsi Sumatera Barat. Isu ini telah berkembang hampir di seluruh Kabupaten/Kota. Akan tetapi ternyata, banyak diantara yang mengklaim bahwa imunisasi itu haram dan tidak efektif ternyata bukanlah ahli imunisasi. Imunisasi itu penting, karena bisa mencegah penyakit. Banyak kematian yang setiap hari bisa dicegah karena anak telah diimunisasi, demikian disampaikan oleh Dr. Iskandar Syarif, SpA(k) pada materinya yang berjudul Persepsi yang salah tentang imunisasi, mewakili cadiak pandai.

Buya Gusrizal Gazahar, tokoh ulama
yang sangat peduli terhadap imunisasi
Dari Alim Ulama, yang pada kesempatan ini disampaikan oleh Buya Gusrizal Gazahar, menyampaikan bahwa pada seluruh umat islam di Sumatera Barat, MUI menghimbau, bagi siapapun yang peduli pada kesehatan anak-anak kita, buah hati kita yang akan jadi generasi penerus, agar diberikan imunisasi dasar lengkap sebagai suatu tanggung jawab kita bersama, para ulama, MUI, lembaga fiqih internasional, mengatakan bahwa memberikan imunisasi sebagai tanggung jawab orang tua.


Saat menutup pertemuan, kepala Dinas Kesehatan, memohon dukungan dari para tokoh agama baik dari MUI, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, ormas Islam, jajaran Depag, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta para tokoh adat  dan cendekia agar dapat memberikan masukan terhadap program imunisasi di Provinsi Sumatera Barat. untuk melindungi buah hati kita dari penyakit.




(DR. dr. Irene, MKM)

SUMATERA BARAT RAIH MDG AWARD 2012

Padang, 30 Maret 2013

Gubernur Sumatera Barat dan Piala MDGs Award
Provinsi Sumatera Barat dibawah kepemimpinan Gubernur Irwan Prayitno kembali mengukir sejarah, meraih Penghargaan sebagai Provinsi Pelaksana MDG’s Terbaik dalam MDG’s Award 2012 pada Indonesia MDG Awards (IMA) yang diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk MDGs (KUKPRI MDGs), di Bali ( 25/3) lalu, setelah sebelumnya Gubernur Irwan Prayitno juga mendapatkan penghargaan Ksatria Bakti Husada Kartika dari Menteri Kesehatan RI.

Gubernur Irwan Prayitno menyampaikan, penghargaan ini digelar dalam forum tahunan untuk apresiasi bagi para pelaku pembangunan berwawasan MDGs [Millenium Development Goals] terbaik dari seluruh nusantara. Merupakan sesuatu yang membanggakan kita semua masyarakat Sumatera Barat dalam upaya mencapai Visi, Sumatera Barat yang Adil, Sejahtera dan Bermartabat.

Kelompok peserta yang terdiri dari kabupaten/kota, LSM, Sektor Swasta, dan Organisasi Kepemudaan, diharapkan dapat mempresentasikan lebih jauh dari sekedar snapshot atau potret praktek cerdas mereka dari berbagai lokasi di Indonesia. IMA 2012 juga memberikan bobot penilaian yang tinggi bagi kemampuan program melakukan replikasi atau kemudahannya diadopsi oleh pelaku-pelaku pembangunan lain di wilayah lain. 

Rentang waktu yang tersisa menjelang batas akhir Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 tidak lama lagi. Perjalanan MDGs telah memasuki tahun ke- tiga belas, dan waktu yang tersisa hanya dua tahun lagi menjelang tahun 2015, upaya-upaya yang diarahkan untuk mempercepat pencapaian target-target MDGs merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar.

Gambaran umum mengenai pencapaian MDGs di Indonesia menunjukkan kemajuan yang belum merata. Ada target-target tertentu yang telah dicapai, ada beberapa target yang berada pada jalur yang benar untuk dicapai pada tahun 2015, tetapi ada beberapa target lain yang mungkin tidak akan tercapai tanpa adanya upaya-upaya terobosan dan kerja keras berskala nasional.

Target-target MDGs yang memerlukan perhatian khusus tersebut berkaitan dengan tingginya angka kematian ibu melahirkan, penyebaran HIV/AIDS, akses bekelanjutan yang belum memadai ke air minum layakdan sanitasi layak. Meskipun target-target ini menuntut perhatian yang lebih serius, tidak berarti bahwa target-target MDGs yang saat ini berada pada jalur untuk dicapai pada 2015 dapat diabaikan. 

Target-target inipun memberikan tantangan yang besar dalam arti bagaimana mempertahankan agar target-target tersebut bisa terus berada pada jalur yang tepat untuk dicapai tahun 2015. Ini semua tidak mudah, karena guncangan-guncangan eksternal berupa krisis finansial maupun bencana alam, baik dalam skala nasional maupun global, dapat menggerus perolehan yang telah dicapai sejauh ini.

Tantangan berat yang dihadapi menjelang tenggat waktu MDGs pada tahun 2015 telah mendorong inisiatif untuk mempercepat upaya pencapaian target-target MDGs. Di antara upaya-upaya penting (milestones) untuk mendorong percepatan pencapaian MDGs adalah diterbitkannya Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 mengenai Program Pembangunan yang Berkeadilan yang mengamanatkan langkah-langkah percepatan pencapaian MDGs di Indonesia. 

Di samping itu,diterbitkannya Peta Jalan (Roadmap) Percepatan Pencapaian MDGs oleh Bappenas, yang diikuti dengan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian MDGs di tingkat provinsi, merupakan langkah penting dalam menjabarkan secara rinci berbagai kebijakan dan strategi mencapai target-target MDGs pada 2015. 

Salah satu aspek penting untuk mendorong pencapaian MDGs adalah membangun suatu sistem insentif dan disinsentifyang dapat berfungsi sebagai katalis bagi percepatan pencapaian MDGs. Sistem ini bertujuan untuk memilah secara jelasaspek-aspek reward and punishment yang bertujuan memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap upaya-upaya yang diarahkan untuk mendorong pencapaian target-target MDGs, tetapi juga sekaligus menghindarkan praktek-praktek yang tidak mendukung upaya pembangunan nasional ini. 

Di samping itu, upaya percepatan pencapaian MDGs akan lebih berhasil jika terdapat komitmen untuk menghasilkan karya-karya terbaik yang dapat menunjang upaya-upaya pembangunan nasional melalui semangat kompetisi prestasi kinerja pembangunan yang adil dan terus-menerus. Berbagai praktek cerdas (best practices) yang telah diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan MDGs di tingkat pusat dan daerah sudah selayaknya mendapat apresiasi yang tinggi, dengan demikian menjadi insentif bagi mereka untuk terus mempertahankan dan meningkatkan praktek-praktek cerdas yang sangat diperlukan ini. Menampilkan dan memberikan pengakuan terhadap praktek cerdas yang telah dilakukan di daerah secara nasional merupakan bentuk apresiasi, dan diharapkan memberikan daya dorong untuk mereplikasi praktek-praktek cerdas tersebut secara lebih luas.

Pada kesempatan ini, kategori penghargaan adalah 1) Nutrisi, 2) Kesehatan Ibu dan Anak, 3) Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular & HIV/AIDS, 4) Layanan Air Bersih & Sanitasi dan 5) Pendidikan.

Dari 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, Kota Payakumbuh memperoleh nominasi untuk kategori nutrisi dan pendidikan dan Kota Sawahlunto memperoleh nominasi untuk kategori layanan air bersih dan sanitasi, kesehatan ibu dan anak serta nutrisi.

Setelah melalui proses seleksi yang sangat ketat, maka PROVINSI SUMATERA BARAT mendapat penghargaan sebagai PROVINSI PELAKSANA MDG’s TERBAIK MDG AWARD 2012, Kota Payakumbuh sebagai pemenang ke tiga untuk kategori pendidikan dan Kota Sawahlunto sebagai pemenang pertama untuk kategori kesehatan ibu dan anak.
Dengan adanya semangat kompetisi yang sehat untuk menghasilkan prestasi yang terbaik melalui program-program yang diarahkan untuk pencapaian MDGs, upaya untuk mendorong pencapaian MDGs pada tahun 2015 akan menjadi lebih efektif.


SUMATERA BARAT DAN MDGs

Millenium Development Goals (MDGs) terdiri dari delapan tujuan utama dengan indikator terukur secara kuantitatif serta waktu pencapaiannya. Delapan tujuan utama tersebut adalah :

1) memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem;
2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua;
3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;
4) menurunkan angka kematian anak;
5) meningkatkan kesehatan ibu hamil;
6) memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya;
7) memastikan kelestarian lingkungan; dan
8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan


Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat dibawah Gubernur Irwan Prayitno sangat medukung upaya untuk mencapai target MDGs tersebut. Dan semangat ini diawali dengan beberapa Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Tujuan Millenium Development Goal (RAD MDGS) untuk tahun 2011-2015 dan menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Tujuan Millenium Development Goal (RAD MDGS).


Menindaklanjuti RAD MDGs yang telah disusun, Gubernur Irwan Prayitno memprakarsai Pertemuan Koordinasi dengan seluruh bupati dan walikota untuk mengkoordinasikan Pencapaian Target MDGs dan dari pertemuan tersebut dibuatlah sebuah Kesepakatan bersama Pemprov dengan Pemkab/ko se Sumatera Barat.

Dalam kesepakatan tersebut menyatakan Gubernur Sumatera Barat dan Bupati/Walikota se-Sumatera Barat berkomitmen melakukan Percepatan Penurunan Tingkat Kemiskinan dan Pencapaian Target MDGs Tahun 2015. Ini sebuah Bukti bagi kita bahwa kita kepedulian terhadap MDGs yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur Nomor 050-211-2012 tentang Kelompok Kerja Penyusunan Laporan Pencapaian Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) Provinsi Sumatera Barat.

Bersama SKPD terkait Pemda Provinsi Sumatera Barat telah melakukan kegiatan Pekan MDGs, sebagai usaha dan upaya sosialialisasi dan penyebarluasan informasi untuk meningkatkan kepedulian terhadap Kesehatan, agar semua masyarakat telah mengetahui target MDGs 2015 dan ini tentu semakin mendapat respon dan dukungan komponen masyarakat untuk pencapaian MDGs 2015.

(DR. dr. Irene, MKM)

(TRAINING OF TRAINER/TOT) MANAJEMEN TERPADU IMUNISASI DAN KIA PUSKESMAS BAGI KABUPATEN/ KOTA

Padang, 28 Maret 2013

TOT Managemen Terpadu Imunisasi dan KIA
Tanggal 25-28 Maret 2013, bertempat di The Axana Hotel, diadakan TOT Manajemen Terpadu Imunisasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Peserta Pelatihan ini terdiri dari Penanggung Jawab Imunisasi, KIA dan Yankes. 

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Kabid PPK menyampaikan materi tentang
Kebijakan KIA dan Kebijakan Yenkes
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas di Indonesia. Upaya ini memberikan daya ungkit paling besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta merupakan kesepakatan global maupun nasional. 

Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan Puskesmas secara terpadu yaitu azas pertanggungjawaban wilayah, pemberdayaan masyarakat, keterpaduan dan rujukan. 

Agar upaya kesehatan terselenggara secara optimal, maka Puskesmas harus melaksanakan manajemen dengan baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas secara efektif dan efisien. Manajemen Puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh kegiatan di atas merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan berkesinambungan. 

Dalam diskusi kelompok

Diera desentralisasi dan otonomi daerah, Puskesmas harus dikelola secara lebih professional. SDM Puskesmas perlu ditingkatkan kemampuannya dalam menerapkan manajemen Puskesmas tersebut. Salah satu upaya adalah melalui Pelatihan Manajemen Puskesmas. 



Dalam rangka mendukung program Global Alliance Vaccine and Immunization (GAVI), yang fokusnya pada Program Imunisasi dan KIA, maka dilaksanakan TOT Manajemen Terpadu Imunisasi dan KIA Puskesmas bagi Kabupaten/ Kota. Penyelenggaraannya diharapkan dapat mempersiapkan petugas kabupaten/ kota menjadi pelatih/ fasilitator pada Pelatihan Manajemen Puskesmas Terintegrasi Imunisasi dan KIA bagi Petugas Puskesmas nantinya. 


Presentasi Peserta
Dalam pelaksanaan TOT Manajemen Terpadu Imunisasi dan KIA Puskesmas bagi Kabupaten/ Kota menggunakan nilai-nilai dan keyakinan yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas pada sistem pelatihan sebagai berikut: 1) Pelatihan menerapkan prinsip pembelajaran orang dewasa, 2) Proses pelatihan memanfaatkan pengalaman peserta dalam melakukan manajemen Puskesmas, dan digunakan pada setiap tahap proses pembelajaran, 3) Proses pembelajaran lebih banyak memberi pengalaman melakukan sendiri secara aktif tahap-tahap manajemen Puskesmas, atau menggunakan metode “learning by doing”.

Pada akhir pelatihan peserta diharapkan memiliki kompetensi untuk mampu: 
  1. Melatih pada Pelatihan Manajemen Puskesmas Terintegrasi Imunisasi dan KIA bagi Petugas Puskesmas. 
  2. Menyusun rencana kegiatan tahunan puskesmas, khususnya dalam program Imunisasi dan KIA. 
  3. Mengelola lokakarya mini puskesmas, khususnya dalam program imunisasi dan KIA. 
  4. Bekerja dalam tim yang saling mendukung sinergisitas program imunisasi dan KIA. 
  5. Melaksanakan program yang terintegrasi imunisasi dan KIA. 
  6. Pada akhir pelatihan terlihat bahwa hampir semua peserta mengalami kenaikan nilai posttes yang sangat signifikan, dan semua peserta dinyatakan lulus.
Jika kita mencoba melakukan yang lebih baik daripada yang kita pikir bisa kita lakukan, kita akan terkejut bahwa sebenarnya kita bisa melakukan hal itu.
"Datang bersama-sama adalah permulaan, Menjaga kebersamaan adalah kemajuan, Bekerja Bersama adalah kesuksesan" (Henry Ford)
(DR. dr. Irene, MKM)

Spot TV Gerakan Peduli Posyandu_MUI dan Kadinkes




Juknis TB: BPN 2011

Spot TV Gerakan Peduli Posyandu_Gubernur Sumbar



Senin, 01 April 2013

HERPES SIMPLEX

Disusun oleh : dr.Wihardi Triman, MQIH; Field Epidemiologist 

 Herpes Simplex Virus (HSV) adalah penyebab penyakit yang dapat menimbulkan perubahan kulit berbentuk gelembung gelembung (lepuh) dan terasa sakit, pedih dan panas. Perubahan ini dapat terjadi pada semua permukaan kulit. Perasaan sakit atau pedih ini terutama terasa pada daerah sekitar mulut, dan hidung atau daerah kelamin dan pantat. 

Infeksi yang disebabkan oleh HSV ini sangat mengganggu karena dapat timbul berulang. Perasaan sakit atau pedih dapat terasa sangat nyeri namun lesinya tidak kelihatan atau sangat halus sekali. Pada penderita yang bersifat kronis dan pada bayi baru lahir, infeksi virus ini dapat bersifat lebih serius namun jarang sekali bersifat fatal. 

Type HSV: 
  1. HSV tipe 1. 
  2. HSV tipe 2. 
Virus tipe 1 menyebabkan perasaan sakit, pedih namun tidak panas. Sebagian besar penderita mendapat infeksi virus tipe 1 pada masa balita dan anak-anak. Mereka tertular melalui kontak yang erat dengan anggota keluarga atau teman-temannya yang mengidap virus ini. Penyakit ini ditularkan melalui ciuman, atau melalui alat makan lainnya dan melalui handuk. Perasaan sakit dan pedih biasa terjadi pada bibir, sekitar mulut, hidung atau pipi dan terjadi beberapa saat setelah kontak. Gejala-gejala penyakit ini bermacam-macam dapat terjadi sangat ringan namun bisa juga membawa penderita ke sarana kesehatan dengan keluhan sakit pedih. 

Virus tipe 2 meninmbulkan sakit dan pedih pada alat kelamin. Kebanyakan penderita tipe 2 mendapat infeksi melalui kontak seksual dengan penderita yang infeksius. Penyakit ini menyerang penduduk dimana saja. Data yang ada menyatakan bahwa antara 5 juta sampai 20 juta orang atau lebih kurang 20 persen dari dewasa yang aktif secara seksual di Amerika Serikat menderita penyakit karena virus ini. 

Apakah itu Herpes? 

Herpes adalah nama yang diberikan oleh para ahli kesehatan terhadap 50 jenis virus yang sejenis. Herpes simplex dihubungkan pada virus yang dapat menyebabkan mononukleosis infeksiosa (Epstein -Barr Virus) dan terhadap cacar air dan shingles (varicella zoster virus). 

HERPES SIMPLEX TIPE 1. 

Disebut juga demam gelembung (lepuh) atau lesi dingin. Infeksi HSV tipe 1 berupa gelembung halus, bening, lepuh terisi cairan dan biasa nya sering timbul di daerah muka. Dapat juga terjadi, walaupun jarang di daerah kelamin. Infeksi HSV tipe 1 dapat timbul pada lika di daerah kulit. Petugas kesehatan kadang-kadang menderita lesi pedih menyerupai herpes setelah HSV masuk melalui lesi akibat goresan kulit pada jari-jarinya. 

Jenis infeksi HSV tipe 1 ada dua macam, primer dan rekuren. Walaupun hampir setiap orang terinfeksi virus, namun hanya 10% yang berkembang lebih lanjut berupa gelembung/ lepuh atau lesi yang pedih pada waktu infeksi terjadi. Perasaan sakit atau pedih pada infeksi primer berakhir setelah 7 sampai 10 hari, dan muncul setelah 2 sampai 20 hari setelah kontak dengan penderita infeksius. 

Jumlah lepuh bervariasi, dari satu gelembung lepuh saja sampai lepuh yang berkelompok. Sebelum gelembung lepuh terjadi, pada kulit terasa gatal atau menjadi lebih sensitif. Gelembung yang terbentuk dapat pecah karena senggolan halus atau pecah sendiri, cairan yang keluar meleleh dan kemudian mengeras membentuk keropeng. Biasanya keropeng akan lepas dengan meninggalkan kemerahan pada kulit. 

Lesi pada infeksi primer sembuh sempurna dan sangat jarang menimbulkan parut. Namun virus penyebab infeksi tetap berada pada tubuh penderita. Virus berada pada sel saraf dalam keadaan istirahat. 

HSV tipe 1 jarang menimbulkan rekurens. Pada penderita rekurens lesi terjadi pada tempat yang sama dengan kejadian primer atau disekitarnya. Lesi rekurens terjadi setiap beberapa minggu atau dapat juga lebih jarang. 

Infeksi rekurens cenderung lebih ringan dari infeksi primer dan dapat terjadi karena beberapa faktor seperti demam, sengatan matahari atau menstruasi. Namun sebagian besar rekurens tidak dapat diramalkan dan dikenali faktor pencetusnya. 

HERPES SIMPLEX TIPE 2. 

Infeksi dengan HSV tipe 2 biasanya menimbulkan lesi pedih pada pantat, penis, vagina atau servix yang terjadi 2 sampai 20 hari setelah kontak dengan penderita infeksius. Hubungan seks sering merupakan cara yang dapat menginfeksi calon penderita. Primer dan serangan ulangan menyebabkan masalah seperti : kemerahan atau gatal, lesi yang sangat perih, demam, nyeri otot dan rasa panas/ terbakar pada saat kencing. Penyakit ini dapat juga terjadi pada daerah selain daerah kelamin tapi tidak lebih tinggi dari sebatas pinggang. 

Seperti halnya HSV tipe 1, frekuensi dan lokasi pengulangan penyakit ini bervariasi. Kejadian awal dapat terjadi sangat ringan sehingga penderita tidak dapat mengenali bahwa dirinya telah terinfeksi HSV. Beberapa tahun kemudian, setelah terjadi rekuren maka penderita keliru mengatakan bahwa kejadian tersebut sebagai serangan pertama, dan akan terjadi kekeliruan dalam memperkirakan sumber infeksinya. 

Setelah serangan awal terjadi, virus akan bergerak ke sel saraf untuk menetap disana sampai keadaan memungkinkan seperti masa menstruasi, demam, kontak fisik, stress atau hal-hal lainnya. 

Rasa sakit atau tidak enak pada kulit dapat bermula antara satu sampai beberapa hari sebelum infeksi primer dan rekurens terjadi. Keadaan ini disebut prodromal. 

BAGAIMANA MENDIAGNOSIS INFEKSI HSV? 

Munculan dari HSV sanagt jelas dan tidak diperlukan test untuk konfirmasi. Namun, kalau diagnosis tidak pasti, seperti lesi pada alat kelamin atau cervix, maka perlu pemeriksaan spesimen di laboratorium. Beberapa test laboratorium untuk diagnosis diantaranya dengan melihat sediaan dibawah mikroskop, kultur dan test darah untuk antibody. Menggunakan lebih dari satu macam test diperlukan untuk konfirmasi infeksi HSV. Herpes di daerah kelamin sering salah diagnosis dengan sifilis. Sebagian kecil wanita tidak mengetahui telah menderita infeksi HSV karena terjadi pada cervix yang tidak peka untuk rasa sakit. 

BAGAIMANA PENGOBATAN INFEKSI HERPES? 

Sampai saat ini belum ada vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit ini. Obat anti virus yang disebut acyclovir atau famcyclovir telah ditemukan untuk mengatasi kasus yang parah dan infeksi rekurens. Dosis rendah dapat membantu mengurangi jumlah serangan herpes pada penderita yang sering mendapat serangan. 

BAGAIMANA MENCEGAH TRANSMISI? 

Antara 200 ribu – 500 ribu orang di seluruh dunia menderita herpes di daerah kelamin setiap tahun dan HSV tipe 1 lebih banyak lagi. Pencegahan sebelum dan pada saat kejadian adalah penting untuk menghindar dari penyakit ini. Bila timbul rasa geli, terbakar, gatal, atau kurang enak –yang merupakan gejala rekurens- terasa pada kulit sebagai tanda awal anda tahu terinfeksi herpes, maka hindarilah sentuhan bagian tersebut dengan orang lain. Bila ada lesi disekitar mulut, maka anda harus hindari ciuman dan pengunaan bersama alat makan seperti gelas, sendok dan juga lipstik. Pada penderita herpes di daerah kelamin, maka hindarilah hubungan seksual termasuk kontak oral/genital selama masa gejala atau adanya lesi aktif. Kondom dapat mencegah transmisi herpes pada teman seksual. 

KEADAAN SERIUS LAINNYA INFEKSI HSV. 

Infeksi mata. 
HSV dapat menginfeksi mata dan keadaan ini disebut herpes keratitis. Terasa kurang enak pada mata. Bahkan bisa disertai rasa sakit dan peka terhadap sinar dan pengeluaran cairan. Tanpa pengobatan cepat, bisa terjadi parut pada mata. Pada saat ini tersedia obat-obatan yang efektif untuk mengeliminir infeksi dan mencegah keparahan parut pada kornea. Setiap penderita yang dicurigai infeksi herpes harus segera dirujuk ke ahli penyakit mata. 

Infeksi pada bayi. 
Seorang wanita hamil yang menderita herpes pada kelamin saat akan melahirkan dapat menularkan virus ke bayinya melalui jalan lahir. Bila kejadian ini merupakan infeksi herpes pada kelamin yang pertama kalinya, maka bayinya akan dapat menderita gangguan yang hebat. Oleh karena itu, seorang wanita hamil yang tahu bahwa dia pernah menderita herpes di daerah kelamin, atau dia merasa bahwa kemungkinan menderita herpes sewaktu hamil tersebut harus menyampaikan pada dokternya sehingga bayinya akan dapat dilindungi. 

Wanita hamil dianjurkan untuk menghindari kontak seksual denagn pasangan yang menderita herpes yang sedang aktif pada kelamin (terutama pada saat akhir kehamilan). Menggunakan kondom disarankan pada pasangan yang tidak dapat menahan untuk berhubungan seks. 

Bayi baru lahir juga bisa terkena infeksi virus herpes yang berasal dari lesi selain kelamin. Bila ibu atau petugas kesehatan lainnya memiliki lei gelembung pada bibir atau tangannya, maka si bayi akan terkena infeksi. Anggota keluarga atau sanak famili lainnya harus dicegah untuk menangani bayi baru lahir. 

Penanganan khusus tidak diperlukan pada ibu yang memiliki gejala tidak aktif, karena selama infeksi tidak aktif maka bayi tidak memiliki risiko untuk tertular. 

HSV DAN PENDERITA KEGAWATAN SERIUS. 

HSV dapat mengancam nyawa penderita dengan kanker, penderita yang pernah transplantasi organ atau penderita dengan sakit berat karena penurunan daya kekebalan tubuh. 

(Posted by: DR. dr. Irene, MKM)




Spot TV Gerakan Peduli Posyandu_Ibu Gubernur Sumbar




Pelaporan HKS 2013 : Waspadai Hipertensi, Kendalikan Tekanan Darah

Teman di Kabupaten/Kota Seluruh Provinsi Sumatera Barat,
Mohon Upload Laporan HKS 2013 di:

http://bankdata.depkes.go.id/gptd/

Waspadai Hipertensi, Kendalikan Tekanan Darah

Surat Edaran HKS Kadinkes Sumbar

Surat Edaran Dirjen HKS 2013

Buku Panduan HKS 2013

Verifikasi STBM

Juknis BOK 2013

Berburu Jentik

Setiap tahun hampir setiap bulan bisa diamati di televisi dan dibaca di suratkabar lokal ataupun nasional berita tentang penyakit DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD). Penyakit ini nama lainnya adalah DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF). Berbagai macam isi berita yang dapat kita peroleh; ada yang membahas tentang penanganan kasus, gejala penyakit, pengobatan, vaksin yang belum ada, penyemprotan dengan asap secara masal, bahkan sampai pada pencanangan pelaksanaan Pembasmian Sarang Nyamuk. 

Apa yang terjadi? Media informasi telah gencar menyiarkan berbagai macam hal diatas, tapi jumlah kasus terus meningkat, korban meninggal berjatuhan. Artinya apa? Artinya upaya yang dilakukan belum optimal, masih banyak masyarakat yang belum peduli dengan kondisi ini, bukan? Partisipasi masyarakat belum optimal kalau tidak suka dikatakan minimal. Kenapa masyarakat yang dikatakan belum peduli? Kepedulian belum optimal karena penyakit ini setiap tahun selalu ada dan tidak pernah dihebohkan oleh masyarakat kecuali bila mereka atau anggota keluarganya terserang penyakit, tidak ada yang merasa malu atau dipermalukan karena penyakit ini. Pada hal penyakit ini timbul adalah akibat mereka berada pada tempat yang kondisi lingkungannya tidak sehat. Secara acak bisa dicoba mendekati anggota masyarakat bahkan yang berpendidikan juga bisa ditanyakan apa yang mereka rasakan/ pikirkan bila dilingkungan atau dalam rumahnya ditemukan tempat perindukan jentik nyamuk yang mempunyai karakter atau sifat dapat menularkan penyakit Demam Berdarah. 

Pengobatan untuk DBD tidak ada yang khusus, karena penyakit ini disebabkan oleh virus. Virus tersebut namanya adalah virus Dengue. Upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan penderita (terutama menyerang anak) hanya bersifat simtomatis/ suportif artinya mengatasi gejala yang timbul saja(1). Gejala terberat yang timbul adalah perdarahan didalam rongga tubuh, tdk terlihat oleh mata, tapi sangat berbahaya karena dokter serta perawat dan petugas kesehatan lain menjadi sangat repot dan bisa saja kewalahan karena transfusi mungkin saja kalah cepat dengan perdarahan yang terjadi sehingga penderita jatuh pada keadaan sindroma shock yang dikenal dengan DSS (Dengue Shock Syndrome), selain itu demam/panas tinggi yang timbul dapat merusak sistim saraf. Kedua gejala ini dapat berakhir dengan kematian. 

Kurangkah penyuluhan terhadap bahaya dan cara mencegah terjadinya DBD? Penyuluhan telah sering dilakukan oleh petugas kesehatan setempat yang dikenal dengan 3M (menutup, menguras, menimbun); bahkan sekarang sudah ditambah pula dg 3M-plus (menutup,menguras, menimbun tempat perindukan nyamuk dan menggosok badan dg repelent)... berhasilkah? 

PSN (Pembasmian Sarang Nyamuk) telah dicanangkan dimana-mana oleh para pimpinan setempat, berhasilkah? 

Berbagai upaya dilakukan seperti penyemprotan masal oleh masyarakat yang mampu membeli mesin pembuat asap (fogging machine), gotong royong membersihkan sekitar lokasi tempat tinggal dan rumah masing-masing juga dengan dimotori oleh pimpinan daerah setempat dan lain-lain kegiatan masal dan seremonial dalam rangka penggulangan penyakit DBD. 

Timbul pertanyaan apakah kalau sejumlah penderita yang dirawat di rumahsakit secara gratis, kemudian rumah (atau tempat tinggal penderita) dan lokasi sekitarnya disemprot secara gratis pula berarti upaya pemerintah dan masyarakat berhasil? 

Masyarakat yang membutuhkan memang telah mendapat pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya. Petugas kesehatan dan pemerintah daerah adalah terminal untuk menanggulangi penyakit ini dan harus menanggulanginya, tetapi akankah kita selalu mengatasi/ menanggulangi suatu masalah setelah sampai pada terminal? Sanggupkah rumah sakit dan pemerintah menanggung beban yang bertambah banyak sehingga makin berat dalam pelayanan pengobatan penderita ini? Masyarakat harus dilibatkan dalam hal ini, setiap individu perlu berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya dan terukur terutama dalam hal pencegahan. 

Sebenarnya ada ukuran yang sederhana untuk pencegahan penyakit DBD?

Ukuran ini sudah ada sejak penyakit ini ditemukan dan dikenal pertama kalinya di Indonesia. 

Kegiatan pengukuran yang sederhana ini dikenal dengan nama Pemantauan Jentik Berkala (PJB) sedangkan ukurannya adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Kegiatan ini dilakukan secara periodik dalam satu tahun dan bersifat acak (sampling). 

Melihat kepada kejadian kesakitan yang timbul maka Angka yang diperoleh dapat diperkirakan belum mencapai standar yang ditetapkan karena Kementerian Kesehatan sebagai institusi pusat yang mengelola kesehatan masyarakat Indonesia. Kementerian Kesehatan untuk urusan wajib yang berkaitan dengan Pemberantasan Penyakit Menular –dalam hal ini DBD- menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan target ABJ lebih dari 95% setiap tahunnya untuk keberhasilan suatu daerah kabupaten/kota dalam mencegah timbulnya kesakitan akibat DBD (2,3). Angka ini akan berdampak positif (terjadinya penurunan jumlah kasus penyakit DBD secara bermakna) bila dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu kurun waktu tertentu. Apakah angka ini harus kita capai setiap tahun atau sejak dari saat sekarang? Melihat jumlah kejadian kesakitan yang selalu ada dan meningkat setiap tahun (bermakna secara epidemilogi), sejak saat ini sebenarnya perlu ada action pencegahan yang nyata oleh warga (masyarakat dan pimpinannya) pada suatu daerah. Kegiatan (action) inilah nanti yang akan diukur dengan ABJ. 

Pada masa lalu, dalam rangka penanggulangan penyakit DBD terutama dalam hal pencegahan, (karena pengobatan dan pembasmian nyamuk dalam wilayah penderita yang positif, ditangani oleh petugas Dinas Kesehatan setempat) telah ditangani secara lintas sektoral. Tim ini dikenal dengan nama Kelompok Kerja Nasional DBD (POKJANAL DBD) dan berada pada setiap level pemerintahan sejak dari pusat sampai kecamatan. Pesan yang dibawa oleh tim ini sebenarnya adalah membasmi penyakit DBD secara lintas sektoral, sesuai dengan fungsi sektor masing-masing. Dengan pergeseran waktu tim ini akhirnya tidak-aktif namun penyakit DBD tetap ada. 

Dengan tidak-aktifnya Pokjanal DBD maka apakah kita menyerah dan pasrah dengan gigitan nyamuk DBD? Masih ada upaya lain sebenarnya yang dapat dilakukan. 

Pemerintah daerah bersama lapisan/ kelompok masyarakat dapat melaksanakan gerakan yang memobilisasi anak usia sekolah untuk bergerak mengumpulkan sebanyak mungkin jentik nyamuk dan memberi penghargaan (reward) pada setiap ekor jentik Aedes aegypty yang mereka kumpulkan (tentu saja tidak dalam waktu belajar di sekolah). Mereka dapat saja melakukan secara berkelompok atau individu yang kemudian mendapat reward atas prestasi mereka dalam mengumpulkan jentik. 

Ini dapat dianggap sebagai suatu proses pembelajaran pada anak usia sekolah (dan akan memiliki imbas juga pada golongan usia selanjutnya) untuk mengetahui seperti apa bentuk jentik nyamuk pembawa virus penyakit DBD tersebut (jenis nyamuk lainpun akan dapat diketahui, seperti jentik pembawa penyakit Chikungunya, Malaria, Filariasis/ Kaki Gajah). 

Imbas lain yang juga dapat diperoleh adalah akhirnya di lokasi/ wilayah setempat tidak ada lagi jentik (terutama Aedes aegypti) yang dapat berkembang menjadi nyamuk dimana selanjutnya keberadaan jentik dapat dijadikan sebagai sangsi pada setiap rumah tangga, seperti yang sudah ada pada beberapa tempat/ daerah/ negara lain yang juga memiliki iklim yang sama dengan Indonesia. 


Kepustakaan: 
1. Benenson, Abram S, Control of Communicable Diseases Manual, Sixteenth Edition, 1995, an official report of the American Public Health Association, 128 – 133. 
2. KepMenkes no.1457/Menkes/SK/X/2003, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2003 hal. 6 
3. KepMenkes no.1091/Menkes/SK/X/2004, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2004 hal. 88-91 

(dr.Wihardi Triman, MQIH, Field Epidemiologist: upload by DR. dr. Irene, MKM)