Rabu, 04 Februari 2015

Pelaksanaan Imunisasi Difteri di Kecamatan Padang Selatan

Padang, 4 Februari 2015


Guna memutus rantai penularan dan mencegah semakin luasnya kasus Difteri di Kota Padang, Dinas Kesehatan Kota Padang melaksanakan program Outbreak Response Immunization (ORI) di Kota Padang yang telah dimulai sejak tanggal 30 Januari 2015 ini. (Pencanangan ORI Difteri Kota Padang)


Hal ini disampaikan oleh Walikota Padang Mahyeldi, saat memantau pelaksanaan ORI di Kelurahan Seberang Padang Selatan, Kecamatan Padang Selatan, pada hari Rabu, 4 Februari 2015. Kegiatan imunisasi ini dilakukan menyikapi KLB Difteri yang terjadi di Kota Padang.


Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Dr. Hj. Rosnini Savitri, M.Kes menyampaikan bahwa ORI ialah imunisasi yang dilakukan dalam penanganan KLB (Kejadian Luar Biasa). Dilaksanakan pada daerah yang terdapat kasus PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi), dalam hal ini adalah Difteri. Sasarannya adalah anak usia 2 bulan hingga 15 tahun. Melakukan ORI terbatas di wilayah sekitar KLB, sesaat setelah KLB tersebut terjadi (dalam hal ini adanya status KLB Difteri di Kota Padang).

Untuk itu, ORI yang dimulai digelar mulai 30 Januari 2015 pada Balita di Kota Padang sudah tercatat pemberian imunisasi difteri sebesar 10.96% yaitu sebanyak 23.583 dari 205 270 sasaran. Kadinkes berharap meski melebihi target batas waktu yang ditentukan, tetapi sebaiknya pemberian imunisasi ini terus dikejar paling tidak mencapai hingga 90% yang memang bertujuan untuk memutus rantai penularan Difteri.

Dari 8 (delapan) kasus yang ditemukan sampai dengan tanggal 4 Februari 2015 ini, sebagian besar tidak diimunisasi, akan tetapi seseorang yang telah di imunisasi pun terkadang masih bisa tertular. Hal ini disebabkan orang lain sebagai sumber penularan yang masih bebas kesana kemari dan carrier yang lolos berpeluang menjadi sumber penularan.

”Orang lain bisa terkena Difteri meskipun ia pernah di imunisasi, jadi yang menanggung beban bukan saja bagi si penular, tapi si tertular juga akan menanggung risikonya,” ujar Dr. Hj. Rosnini Savitri, M.Kes.

Pastikan anak anda mendapatkan Imunisasi

Pada kesempatan ini yang juga dihadiri oleh Direktur Penyehatan Lingkungan Ditjen PP dan PL, Drh. Wilfried H. Purba, MM, M.Kes. mengatakan bahwa pemerintah pusat siap memenuhi jumlah vaksin yang dibutuhkan untuk kegiatan ORI ini. Vaksinnya sudah kami kirim dan sudah sampai di Provinsi Sumatera Barat.

Pencegahan penyakit itu harus mengikuti Standard Operating Procedure (SOP) atau prosedur operasi standar yaitu dengan cara imunisasi, hidup bersih dan sehat, menjaga kebersihan lingkungan dan makan makanan bergizi, kata Alfred Hasiholan usai pencanangan penimbangan massal, bulan vitamin A, imunisasi massal penyakit difteri di posyandu dan sekolah sekolah di Padang.

Pemberian imunisasi harus diberikan sejak anak usia 2 bulan hingga 15 tahun. Upaya itu merupakan salah satu cara yang efektif untuk memutus rantai penularan difteri.

Begitu saya menerima laporan dari kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, maka saya langsung menyatakan kejadian ini adalah Kejadian Luar Biasa, sesuai petunjuk dari Kementerian Kesehatan dan memerintahkan untuk melakukan ORI ini, dipadukan dengan kegiatan penimbangan massal dan Bulan Vitamin A Kota Padang. Kita tidak ingin ada korban jiwa lagi dari anak-anak yang kita cintai karena penyakit difteri ini. Penyakit ini sangat ganas. Kuman ini menyerang saluran pernafasan atas, membentuk membrane putih sehingga anak-anak tidak bias bernafas dan kuman itu bias menghasilkan racun yang bias masuk ke jantung dan mengakibatkan kematian anak-anak kita. Makanya kita tidak menunda lagi, kita lakukan ORI ini segera untuk membentuk tentara tentara yang bias memberi kekebalan pada anak kita, lanjut Mahyeldi dengan sangat rinci sekali.

Kejadian ini tidak akan terjadi jika anak-anak kita sejak awal mendapatkan imunisasi lengkap, kekebalan Difteri ini diberikan pertama kali pada imunisasi saat anak kita masih balita yaitu usia 2, 3 dan 4 bulan, selanjutnya diberikan di bangku sekolah, yaitu kelas 1, 2 dan 3 SD. Dan kemudian diulang pada saat anak berusia 18 bulan sampai 3 tahun. Jika itu terpenuhi maka anak akan memperoleh kekebalan, dan kekebalan yang tidak diperoleh karena efikasi vaksin akan berkurang karena sebagian besar populasi sudah terimunisasi, untuk itu pastikan saat ini anak anda dapatkan imunisasi. Jangan takut dengan isu-isu negative tentang vaksin, pemerintah pasti akan mengupayakan yang terbaik untuk anak-anaknya dan sudah juga ada fatwa MUI untuk vaksin-vaksin yang dinyatakan mengandung unsur haram. Tidak semua vaksin mengandung unsur haram, demikian Walikota Padang menyampaikan.

Saya berencana menggabungkan pencatatan imunisasi anak ini di catatan pendudukan, untuk itu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil saya libatkan, bagaimana nanti kedepan, di catatan sipil kita dapat memantau keluarga mana saja yang belum diimunisasi anaknya, untuk ditindak lanjuti oleh dinas Kesehatan dan Puskesmas, kata Mahyeldi sebelum mulai memberikan Kapsul Vitamin A pada salah seorang bayi yang hadir.

Ny. Harneli Bahar Mahyeldi menyatakan bahwa PKK siap membackup dan membantu ORI ini, kader-kader kami dilapangan siap kapanpun juga untuk mensukseskan kegiatan ini.

Mengapa Difteri?

Imunisasi difteri diberikan pada saat anak berusia 2, 3 dan 4 bulan melalui vaksin DPT, dilanjutkan pada anak berusia 18-24 bulan diberikan 1 kali booster, di kelas 1SD melalui vaksin DT dan dikelas 2 dan 3 SD melalui vaksin Td.

Anak yang mendapatkan imunisasi lengkap akan mendapatkan kekebalan terhadap difteri. Cakupan (2014) DPTHB1 96,6%% dan DPTHB3 90,3%. Dari data tersebut terdapat drop out DPTHB dikisaran 6,5%, lebih tinggi dari angka toleransi nasional sebesar 0-5%, Cakupan BIAS (2014) : DT: 88,9%; Td kelas 2 & 3: 89,66%.

Kinerja pengelolaan program yang kurang baik tersebut antara lain cakupan rendah dan mutu vaksin yang juga rendah yang disebabkan penyimpanan vaksin yang kurang baik dan yang diberikan pada anak tidak lengkap akan mempengaruhi kekebalan pada anak.

 Selain itu, lanjutnya, berdasarkan coverage survey pada tahun 2013 yang dilakukan oleh FKM Universitas Indonesia di Kota Padang, menunjukkan bahwa Crude Coverage (kartu dan riwayat) untuk imunisasi lengkap hanya mencapai 53,6% dan Valid Coverage (kartu dan riwayat) untuk imunisasi lengkap hanya mencapai 7,0% Hal yang menyebabkan ada sebagian masyarakat menolak adanya imunisasi dengan alasannya yakni kurangnya informasi, masyarakat yang takut efek samping dari imunisasi itu sendiri sebesar 39,5%, tidak mengetahui manfaat imunisasi 14,6%, tidak tahu lokasi imunisasi 11,2% dan sebab-sebab lain sebesar 24,9% diantaranya mitos-mitos negative tentang imunisasi.


Permasalahan lain yang harus menjadi perhatian bagi petugas Puskesmas dan Posyandu yakni adanya masalah mutu rekapan hasil imunisasi. Puskesmas dan Posyandu kurang patuh terhadap SOP (Standar Operasional Prosedur) seperti kurang memperhatikan umur minimal pada pemberian imunisasi DPT-HB1 & Campak dan interval minimal dosis berikutnya. Penyebabnya, petugas yang memvaksinasi berdasarkan jadwal buka Posyandu, bukan tanggal lahir bayi. Penyimpanan vaksin yang tidak memenuhi syarat dan cenderung beku, dan yang terakhir kurangnya pengawasan dan pembinaan.

Menurut hasil survey cakupan didapatkan bahwa 73% responden puskesmas mengatakan bahwa keterlibatan kader sangat tinggi,akan tetapi hanya 55% petugas yang mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi terkait pengetahuan dan pengalaman mengenai efek samping, dan petugas mengatakan bahwa memberikan intervensi gizi seperti PMT akan meningkatkan kunjungan Posyandu

Dengan adanya berbagai penjelasan diatas, diharapkan agar seluruh petugas Puskesmas khususnya di bagian imunisasi dapat memperhatikan hal-hal yang kelihatannya sepele namun berdampak besar jika mengabaikannya.



(Posted by: DR. dr. Irene, MKM)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar