Sabtu, 31 Januari 2015

Pencanangan ORI (Outbreak Respons Immunization) Difteri di Kota Padang

Padang, Jumat 30 Januari 2015

Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis akibat aktivasi eksotoksin. Pada kejadian luar biasa (KLB), selain difteri farings, tonsil, dan larings, telah pula dilaporkan terjadinya difteri hidung dan difteri kulit.

Difteri sangat menular melalui droplet dan penularan dapat terjadi tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya.

Kejadian luar biasa yang terjadi di Kota Padang pada saat ini merupakan indikator bahwa program imunisasi tidak mencapai sasaran. Oleh karena itu, dalam menghadapi dan mengatasi masalah difteri, kita harus memperbaiki pelaksanaan program imunisasi secara menyeluruh.

Sampai hari ini, tanggal 30 Januari 2015, Pada tahun 2015 ini, kejadian dipteri di Kota padang sudah ditemukan sebanyak 5 kasus. Berdasarkan domisili pasien ke lima kasus berasal dari :
- Kasus 1, Kelurahan Parak Gadang Timur, Kec. Padang Timur
- Kasus 2, Kelurahan Kuranji, Kec. Kuranji
- Kasus 3, Kelurahan Olo, Kec. Padang Barat
- Kasus 4, Kelurahan Alai Parak Kopi, Kec. Padang Utara
- Kasus 5, Kelurahan Lubuk Minturun, Kec. Koto Tangah


Berdasarkan jenis kelamin dari 5 kasus tersebut 60% nya berjenis kelamin laki-laki dan 60% berada pada kelompok umur > 5 tahun. Dari kelima kasus rata-rata tidak mendapat imunisasi lengkap. Bila ditemukan satu penderita yang diagnosis oleh dokter sebagai klinis difteri atau konfirmasi dipteri maka dianggap sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)

Menindaklanjuti pernyataan KLB Difteri oleh Walikota Padang, maka pada tanggal 30 Januari 2015 ini, Pelaksanaan ORI ini dimulai dan dicanangkan oleh Walikota Padang Mahyeldi, didampingi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Dr. Hj. Rosnini Savitri, MKes di Palanta Rumah Dinas Walikota Padang bersamaan dengan pencanangan Bulan Penimbangan Massal dan Bulan Vitamin A.

Outbreak response immunization (ORI), yaitu pemberian imunisasi DPT/ DT/Td kepada semua anak berumur 2 bulan - <15 tahun yang tinggal di kota Padang.
  • Umur 2 bulan - 3 tahun diberikan Vaksin Pentavalen (DPTHbHiB)
  • Umur 3 – 7 tahun diberilan DT
  • Umur >7 tahun diberikan Td
Imunisasi ini akan diberikan oleh tenaga Kesehatan di Posyandu, PAUD, TK, SD/MI dan SMP sederajat. 


Di kesempatan terpisah, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno memerintahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan untuk segera menyikapi KLB Difteri ini dan melakukan koordinasi dengan Kota Padang terhadap langkah-langkah antisipasi yang harus dilakukan dan meningkatkan pengawasan dan surveilans ketat agar kasus ini tidak menyebar ke kabupaten/kota lainnya.

Sejak awal Gubernur Irwan Prayitno selalu memberikan dukungan penuh terhadap pencapaian program imunisasi, pada awal munculnya isu-isu negative tentang imunisasi, bapak Gubernur memimpin langsung diskusi imunisasi kepada kelompok ulama yang mendukung maupun menentang imunisasi dalam acara Seminar Sehari Imunisasi Untuk Buah Hati Kita di Padang, 6 Oktober 2011.

Seluruh jajaran Kesehatan dan lintas sektor terkait harus bekerja sama menanggulangi Diphteri ini, jangan sampai anak-anak kita harus kehilangan nyawa karena diphteri. Camat dan Lurah harus mendukung dan terjun langsung dalam ORI ini, ulama di masjid juga. Kepada Pimpinan Puskesmas, jika ada masalah terkait ORI ini sampaikan secara detail, segera, agar segera pula dapat kita carikan solusinya, demikian Mahyeldi menyampaikan pada sambutannya.


Sebelum dilakukan pencanangan terlebih dahulu dilakukan sosialisasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat terhadap Penyakit Difteri dan Pelaksanaan ORI di Kota Padang yang akan dilaksanakan dalam 3 Putaran, yaitu putaran pertama pada Bulan Februari, Putaran Kedua pada bulan Maret dan putaran ketiga pada bulan September 2015. 

Pada kesempatan yang sama, selain mencanangkan kegiatan ORI Kota Padang, Walikota Padang Mahyeldi juga melakukan penimbangan dan pada sore harinya dilakukan Talkshow di TVRI Padang bersama dr. Finny Fitri Yani, SpA untuk meyakinkan masyarakat bahwa imunisasi ini penting untuk buah hati kita.

Merebaknya kasus difteri di Kota Padang menimbulkan beberapa pertanyaan, mengapa hal tersebut dapat terjadi. Menyimak statement dari IDAI terhadap KLB Diphteri, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Cakupan imunisasi gagal mencapai target
Data cakupan imunisasi sangat bervariasi bergantung dari mana dan oleh siapa survei tersebut dilakukan. Pencatatan yang dilaksanakan kurang akurat sehingga menghasilkan data yang kurang akurat pula. Catatan pada Buku KIA, KMS atau Buku Catatan Kesehatan Anak tidak diisi dengan baik oleh petugas kesehatan yang melakukan imunisasi dan tidak disimpan dengan baik oleh orang tua, sehingga sulit diketahui apakah imunisasi anaknya sudah lengkap atau belum.

2. Adanya negative campaign sebagai gerakan anti imunisasi yang marak akhir-akhir ini telah menyebabkan banyak orang tua menolak anaknya diimunisasi. Program imunisasi sebagai program nasional seharusnya diikuti dan dilaksanakan oleh semua masyarakat. Maka kelompok anti vaksinasi perlu diatasi dengan cara pendekatan tersendiri dan terencana.


3. Imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal pada anak

a. Apakah imunisasi tidak lengkap? Apakah imunisasi ulangan tidak diberikan? Vaksin DPT merupakan vaksin mati sehingga untuk mempertahankan kadar antibodi menetap tinggi di atas ambang pencegahan, sangat diperlukan kelengkapan ataupun pemberian imunisasi ulangan. Imunisasi DPT lima kali harus dipatuhi sebelum anak berumur 6 tahun.

b. Apakah petugas kesehatan tidak memberikan imunisasi pada anak yang menderita sakit ringan sehingga mengakibatkan pemberian imunisasi tidak sesuai jadwal atau bahkan tidak diberikan? Kontra indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah menderita syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan demam tinggi atau sedang dirawat karena penyakit berat merupakan kontra indikasi sementara, sehingga anak tetap harus diimunisasi apabila telah sembuh. Jangan sampai terjadi missed opportunity untuk memberikan imunisasi hanya karena alasan “anak sering sakit”.


c. Apakah cold chain di semua fasilitas kesehatan telah diperhatikan dengan baik? Vaksin Bio Farma yang dipergunakan untuk program imunisasi nasional telah dilengkapi dengan vaccine vial monitor (VVM) yang ditempelkan pada botol vaksin untuk monitor suhu vaksin. Petugas medis diharapkan memperhatikan VVM, tanggal kadaluwarsa dan keadaan vaksin (endapan, gumpalan) sebelum disuntikkan. Penyimpanan dan transportasi vaksin harus memperhatikan prosedur baku cold chain, karena vaksin DPT akan rusak bila membeku atau dibawah 2 derajat celcius, atau terpapar suhu di atas 8 derajat celcius. Hal tersebut perlu mendapat perhatian para petugas kesehatan baik di rumah sakit, rumah bersalin, ataupun klinik pribadi.



PENANGGULANGAN DARI ASPEK PENCEGAHAN

Upaya pencegahan harus dilakukan bersama-sama dengan tindakan deteksi dini kasus, pengobatan kasus, rujukan ke rumah sakit, mencegah penularan, dan memberantas karier. 


A. Jangka pendek
  1. Di daerah KLB dilakukan outbreak response immunization (ORI), yaitu pemberian imunisasi DPT/ DT/Td kepada semua anak berumur <15 tahun yang tinggal di daerah KLB (umur 2 bulan - 3 tahun diberikan Vaksin Pentavalen (DPTHbHiB), umur 3 – 7 tahun diberilan DT dan umur >7 tahun diberikan Td).
  2. Di daerah non-KLB diperlukan kesiapsiagaan dengan memperhatikan kelengkapan status imunisasi setiap anak yang berobat. Segera lengkapi apabila status imunisasi belum lengkap (3x sebelum umur 1 tahun, 1x pada tahun kedua, 1x pada umur 5 tahun atau sebelum masuk sekolah dasar). Selain itu perlu juga dilengkapi imunisasi yang lainnya.

B. Jangka panjang, untuk daerah KLB perlu dilakukan gerakan imunisasi terpadu untuk meningkatkan cakupan imunisasi DPT (Program Imunisasi Indonesia, vaksinnya adalah Vaksin Pentavalen) sehingga mencapai 95% dari target anak <15 tahun.


C. Pelaksanaan tindakan preventif dan kuratif terhadap difteri dengan memberikan edukasi kepada masyarakat melalui media lokal seperti radio, TV, surat kabar, atau majalah, serta menyebarkan leaflet berisi penjelasan tentang penyakit, penanggulangan serta pencegahannya.


D. Menanggulangi difteri secara khusus dan meningkatkan cakupan imunisasi di daerah terkait. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan kerjasama IDAI, IDI, dan IBI.



E. Meningkatkan pemantauan/surveilans kasus difteri dan segera melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat apabila ditemukan kecurigaan kasus. 



HAL YANG PENTING UNTUK MASYARAKAT

  1. Kenali gejala awal difteri.
  2. Segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat apabila ada anak mengeluh nyeri tenggorokan disertai suara berbunyi seperti mengorok (stridor), khususnya anak berumur < 15 tahun.
  3. Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila dicurigai menderita difteria agar segera mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah anak benar menderita difteria.
  4. Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh kontak erat (seluruh anggota keluarga serumah, teman bermain, pengasuh) harus segera diperiksa apakah mereka juga menderita atau karier (pembawa kuman) difteri dengan mengambil swab hidung dan mendapat pengobatan (eritromisin 50mg/kg berat badan selama 10 hari).
  5. Lengkapi imunisasi DPT: 
    • Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga kali dengan interval masing-masing 4 minggu; 
    • Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi (lanjutkan dengan imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang); 
    • Apabila telah lengkap imunisasi primer (< 1 tahun) perlu ditambah imunisasi DPT ulangan 1x.
  6. Pemberian imunisasi Diphteri pada program imunisasi adalah: 
    • Pada saat bayi berusia 2, 3, 4 bulan dengan interval 4 minggu. 
    • Pada saat batita dengan memberikan booster (ulangan) pada saat bayi berusia 18 bulan (dengan jarak imunisasi DPT sebelumnya minimal 1 tahun)
    • Pada kelas 1 SD/MI melalui BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) dengan memberikan Vaksin DT
    • Pada kelas 2 dan 3 SD/MI dengan memberikan Vaksin Td
  7. Masyarakat harus mengetahui dan memahami bahwa setelah imunisasi DPT, kadang-kadang timbul demam, bengkak dan nyeri ditempat suntikan DPT, yang merupakan reaksi normal dan akan hilang dalam beberapa hari. Bila anak mengalami demam atau bengkak di tempat suntikan, boleh minum obat penurun panas parasetamol sehari 4 x sesuai umur, sering minum jus buah atau susu, serta pakailah baju tipis atau segera berobat ke petugas kesehatan terdekat.
Kejadian luar biasa pada difteri harus segera diatasi secara terencana, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Edukasi mengenai imunisasi harus senantiasa diberikan oleh setiap petugas kesehatan pada setiap kesempatan bertemu orang tua pasien.

Seluruh jajaran Kesehatan, lintas sektor terkait dan masyarakat diharapkan turut berpartisipasi aktif dalam memberantas difteri dan meningkatkan cakupan imunisasi DPT.

(Posted by: DR. dr. Irene, MKM)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar